Friday, July 27, 2012

MAKALAH MASALAH POKOK PEMBANGUNAN


BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan kualitas penduduk yang masih relatif rendah. Sejalan dengan jumlah penduduk yang terus meningkat maka jumlah penduduk usia kerjapun mengalami peningkatan. Jumlah pengangguran struktural pun semakin besar karena struktur ekonomi yang ada belum mampu menciptakan kesempatan keria yang sesuai dan dalam jum-lah yang cukup untuk menampung angkatan kerja yang ada. Penduduk sebagai sumber daya manusia walaupun dia berjumlah sangat besar apabila dibina dan dikerjakan sebagai tenaga kerja yang efektif  merupakan modal pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha pembangunan di segala bidang.
Penduduk merupakan modal atau potensi yang besar untuk peningkatan produksi nasional jika tersedia lapangan pekerjaan yang cukup, tetapi di lain pihak jika penduduk banyak yang menganggur sebagai akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan, akan mengakibatkan semakin merosotnya tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Perkembangan dan pertumbuhan angkatan kerja yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah perubahan penduduk secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memiliki pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah produktif. Sedangkan pertumbuhan formal telah terjadi proses feminisasi dan status wanita pekerja telah membaik.

A. Masalah Pertumbuhan Ekonomi
Selama dua dasa warsa yang lalu titik perhatian ekonomi dunia ditunjukkan pada upaya-upaya untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan nasional riil. Para ekonom beranggapan bahwa pertumbuhan pendapatan nasional riil tersebut bisa digunakan sebagai ukuran kinerja (performance) perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, pemahaman terhadap sifat dan sebab-sebab terjadinya pertumbuhan ekonomi tersebut penting sekali untuk diperdalam.
Pada bagian ini dibahas tentang konsep dasar teori pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan kerangka analisis kemungkinan produksi sederhana (simple production possibility) untuk melihat tingkat, komposisi, dan pertumbuhan output nasional. Kemudian dibahas pula secara singkat sejarah pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, dan akhirnya perdebatan tentang masalah pertumbuhan itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi suatu masyarakat adalah :
1.            Akumulasi Modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fisikal, dan sumberdaya manusia (human resources)
2.            Pertumbuhan Penduduk
3.            Kemajuan Teknologi
ad 1. Akumulasi Modal
Akumulasi modal akan terjadi jika ada proporsi tertentu dari pendapatan sekarang yang ditabung yang kemudian diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang.  Pabrik-pabrik, mesin-mesin,peralatan-peralatan, dan barang-barang baru akan meningkatkan stok Modal (Capital stock) fisikal suatu negara (yaitu jumlah nilai riil bersih dari semua barang-barang modal produktif secara fisikal) sehingga pada gilirannya akan memungkinkan negara tersebut untuk mencapai tingkat output yang lebih besar. Investasi –investasi lainnya yang dikenal dengan sebutan infrastruktur sosial dan ekonomi yaitu jalan raya, listrik, air, sanitasi, dan komunikasi akan mempermudah dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan ekonomi.
Ada lagi cara untuk meninvestasikan sumberdaya suatu negara yaitu dengan cara tidak langsung. Pembangunan fasilitas-fasilitas irigasi akan dapat memperbaiki kualitas Iahan pertanian melalui  peningkatan produktivitas per hektar. Jika 100 hektar lahan beririgasi bisa menghasilkan output yang sama dengan 20 hektar lahan tak beririgasi (dengan catatan penggunaan input-input lainnya sama), maka fasilitas irigasi itu nilainya sama dengan dua kali luas lahan tanpa irigasi. Penggunaan pupuk-pupuk kimia dan pembasmian hama penyakit dengan pestisida juga akan bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas lahan. Semua bentuk investasi ini merupakan cara-cara untuk memperbaiki kualitas sumberdaya tanah yang ada.
Sama halnya dengan investasi tak langsung di atas, investasi sumberdaya manusia (human investment) juga dapat memperbaiki kualitas sumberdaya manusia tersebut dan juga akan mempunyai pengaruh yang sama atau bahkan lebih besar terhadap produksi. Sekolah-sekolah formal, sekolah-sekolah kejuruan, dan program-program latihan kerja serta berbagai pendidikan informal lainnya semuanya diciptakan secara lebih efektif untuk memperbesar kemampuan manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya sebagai hasil dari investasi langsung dalam pembangunan gedung-gedung, peralatan dan bahan-bahan (buku-buku, proyektor, peralatan penelitian, alat-alat latihan kerja, mesin-mesin, dan lain-lain). Latihan-latihan tingkat lanjutan yang relevan bagi tenaga pendidik, demikian pula dengan buku-buku pelajaran ekonomi yang baik, bisa membuat perubahan yang sangat besar dalam mutu, kepemimpinan, dan produktivitas tenaga kerja yang ada. Oleh karena itu investasi dalam sumberdaya manusia ini sama dengan memperbaiki mutu sekaligus meningkatkan produktivitas sumberdaya-sumberdaya tanah melalui investasi yang strategis tersebut.
Semua fenomena di atas merupakan bentuk investasi menuju terjadinya ukumulasi modal. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya baru (memperbaiki kualitas tanah yang rusak) atau meningkatkan kualitas sumberdaya-sumberdaya yang ada (irigasi, pupuk, pestisida, dan lain-lain), tetapi ciri-cirinya yang utama bahwa investasi itu menyangkut suatu trade-off antara konsumsi sekarang dan konsumsi masayang akan datang memberian hasil yang sedikit sekarang, tetapi hasilnya akan lebih banyak nanti

Ad 2. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk dan yang hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik.
Namun demikian, yang perlu dipertanyakan adalah: apakah peningkatan penawaran tenaga kerja yang cepat di NSB yang mempunyai surplus tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif atau negatif terhadap kemajuan ekonomi? Jawabannya : tergantung pada kemampuan sistem ekonomi tersebut untuk menyerap dan memperkerjakan tambahan pekerja itu secara produktif. Kemampuan tersebut tergantung pada tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya faktor-faktor lain yang dibutuhkan, seperti misalnya keahlian manajerial dan administratif.
Dalam memahami dua faktor fundamental pertama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi, untuk sementara kita sisihkan dulu komponen ketiga (teknologi). Mari kita lihat kedua faktor itu berinteraksi melalui kurva kemungkinan produksi atau Production Possibility Curve (PPC) untuk memperbesar keseluruhan output potensial masyarakat dari semua barang. Dengan teknologi, sumberdaya fisikal, dan sumberdaya manusia tertentu, PPC menggambarkan kombinasi-kombinasi output maksimum yang bisa dicapai untuk dua kelompok komoditi, misalkan beras dan radio, jika semua sumberdaya yang ada digunakan secara penuh dan efisien (full employment).
Misalkan teknologi tidak berubah, sedangkan sumberdaya fisikal dan sumberdaya manusia ditingkatkan dua kali sebagai hasil dari investasi yang meningkatkan kualitas sumberdaya yang ada atau investasi sumberdaya-sumberdaya baru: tanah, modal dan tenaga kerja. Gambar 8.1 menunjukkan bahwa perduakalilipatan jumlah sumberdaya akan menyebabkan PPC bergeser menjauhi titik asal (origin) secara seragam dari P-P ke P1-P1. radio dan beras sekarang bisa di produksi lebih banyak.

Gambar 8.1.
Pengaruh Pertambahan Sumberdaya Fisikal dan
Sumberdaya Manusia terhadap posisi PPC

Dalam analisis ini dianggap hanya dua macam barang yang dihasilkan oleh perekonimian tersebut. Oleh karena itu GNP (nilai keseluruhan dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan) menjadi lebih tinggi daripada sebelumnya. Dengan kata lain, proses pertumbuhan ekonomi sedang berlangsung.
Seandainya negara tersebut tidak menggunakan sumberdaya fisikal dan sumberdaya manusia secara penuh seperti pada titik X dan X1 pada gambar 8.1, maka terjadi pengangguran dan modal serta tanah yang menganggur (idle). Tetapi perlu pula diingat bahwa tidak ada keharusan bahwa pertumbuhan sumberdaya akan menyebabkan pertumbuhan output yang lebih tinggi. Ini bukan hukum ekonomi dan banyak NSB yang pertumbuhannya sangat buruk membuktikan fenomena ini. Pertumbuhan penyediaan sumber daya juga bukan syarat yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi jangka pendek, karena pemanfaatan sumber daya yang menganggur yang ada bisa menaikkan tingkat output secara substansial, seperti yang dilukiskan oleh pergerakan dari titik X ke X1. Namun demikian, dalam jangka panjang, perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya seperti halnya investasi baru yang dirancang untuk memperbesar  kuantitas sumber daya-sumber daya tersebut merupakan tindakan yang mendasar untuk mempercepat pertumbuhan output nasional.
Di samping menganggap pertumbuhan semua faktor produksi secara proposional, mari kita anggap bahwa misalnya hanya modal atau hanya tanah yang dinaikkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Gambar (a) dan (b) pada gambar menunjukkan bahw pabrik radio relatif menggunakan modal uang lebih banyak sedangkan produksi beras relatif menggunakan tanah lebih banyak. Oleh karena itu pergeseran PPC akan lebih berat ke arah radio (Gambar 8.2a) jika modal tumbuh dengan cepat, dan ke arah beras (Gambar 8.2b) jika kuantitas dan kualitas tanah tumbuh relatif lebih cepat.
Namun demikian, kerena pada keadaan bisa kedua produk tersebut akan membutuhkan kedua faktor produksi itu sebagai input produktif, walaupun dalam kombinasi yang sangat berbeda, maka PPC masih bergeser sedikit menjauhi titik origin sepanjang sumbu beras (a) juka modal dinaikkan, dan sepanjang sumbu radio (b) hanya jika kuantitas dan atau kualitas sumber daya tanah diperluas.



Gambar 8.2.
Pergeseran PPC yang non simetris jika :
(a)   hanya stok modal yang diperluas dan
(b)   hanya kenaikan kuantitas dan atau kualitas tanah


Ad 3. Kemajuan Teknologi
Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional, seperti cara menanam padi, membuat pakaian, atau membangun rumah. Ada 3 macam klasifikasi kemajuan teknologi yaitu : netral, hemat tenaga kerja (labor saving) dan hemat modal (capital saving).
Kemajuan teknologi yang bersifat netral terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama. Inovasi-inovasi yang timbul dari pembagian kerja (division of labor) bisa yang tepat akan menghasilkan tingkat output total yang lebih tinggi dan konsumsi yang lebih banyak untuk semua orang. Dalam hubungannya dengan analisis kemungkinan produksi (PPC), kemajuan teknologi yang bersifat netral adalah penduakalian output total adalah sama dengan menduakalikan semua input produktif. Pergeseran PPC menjauhi titik asal (origin) ditunjukkan oleh Gambar 8.3 menunjukkan gambar kemajuan teknologi yang bersifat netral.
Di lain pihak, kemajuan teknologi bisa bersifat hemat tenaga kerja atau hemat modal, yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama. Penggunaan komputer, traktor, dan alat-alat mekanisme lainnya, yang merupakan mesin-mesin dan peralatan modern bisa dikalasifikasikan sebagai hemat tenaga kerja.
Kemajuan teknologi yang bersifat hemat modal adalah sangat jarang terjadi, karena hampir semua penelitian ilmiah dan perkembangan teknologi yang dilakukan negara maju adalah bertujuan untuk menghemat tenaga kerja, bukan modal. Tetapi untuk negara-negara yang mempunyai tenaga kerja yang melimpah seperti NSB pada umumnya, maka kemajuan teknologi yang bersifat hemat modal sangat dibutuhkan. Metode produksi yang lebih efisien (biaya produksi rendah) adalah metoda produksi yang padat tenaga kerja (labor aumenting) atau perluasan modal (capital augmenting). Kemajuan teknologi yang bersifat perluasan tenaga kerja  terjadi jika kualitas atau keahlian angkatan kerja ditingkatkan, misalnya penggunaan vidio, televisi, dan media komunikasi elektronik lainnya dalam memberikan pelajaran dikelas. Sementara itu kemajuan teknologi yang bersifat perluasan modal terjadi jika penggunaan modal secara lebih produktif, misalnya penggantian bahan untuk membuat bajak dari kayu menjadi baja dalam produksi pertanian.

Gambar 8.3
Kemajuan Teknologi yang bersifat netral

Gambar 8.4
Pengaruh penggunaan bibit unggul baru terhadap produksi beras

Kita bisa menggunakan PPC untuk beras dan radio untuk menganalisis dua macam kemajuan teknologi yang sangat berbeda itu. Penggunaan bibit unggul misalnya, bisa membuat petani padi mampu meningkatkan hasil padinya menjadi dua atau tiga kali dari hasil biasanya per hektar sawah. Dengan menggunakan analisis kemungkinan produksi, pengaruh penggunaan bibit unggul itu di tunjukkan oleh gambar 8.4. pada gambar tersebut tampak bahwa kurva tersebut bergeser menjauhi titik origin pada sumbu beras dimana perpotongannya dengan sumbu radio tidak berubah (bibit unggul baru tidak bisa digunakan untuk meningkatkan produksi radio secara langsung).
Dalam hubungannya dengan teknologi pembuatan radio, penemuan transistor mempunyai dampak yang sangat besar terhadap komunikasi seperti halnya penemuan mesin uap dalam transportasi. Dengan adanya transistor tersebut produksi radio tumbuh dengan pesat. Proses produksi menjadi lebih gampang  dan para pekerja mampu untuk meningkatkan produktivitas total mereka dengan cepat. Gambar 8.5 menunjukkan bahwa teknologi transistor telah menyebabkan PPC berputar ke arah luar sepanjang sumbu vertikal. Sementara itu, perpotongan dengan sumbu beras tidak berubah, walaupun mungkin dengan mendengarkan musik selama bekerja akan meningkatkan produktivitas para petani.


Gambar 8.5
Pengaruh Penggunaan Transistor terhadap Produksi Radio

Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi Modern
Simon Kuznets, penerima hadiah nobel dalam bidang ekonomi pada tahun 1971 atas kepeloporannya dalam mengukur dan menganalisis sejarah pertumbuhan pendapatan nasional negara-negara maju, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai “kemampuan negara itu untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus meningkat bagipenduduknya, pertumbuhan kemampuanini berdasarkan kepada kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkannya” Ketiga komponen pokok dari defenisi ini sangat penting artinya :
1)      Kenaikan output nasional secara terus menerus merupakan perwujudan dari pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai macam barang ekonomi merupakan tanda kematangan ekonomi .
2)      Kemajuan tekonologi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan , namun belum merupakan syarat yang cukup.
3)      Penyesuasian kelembagaan, siakp, dan ideologi harus dilakukan. Inovasi sosial ibarat bola lampu tanpa aliran listrik .



B. Masalah Distribusi Pendapatan
Ketidak-merataan Distribusi Pendapatan
Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidak-merataan distribusi pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan. Walaupun titik perhatian utama kita pada ketidak-merataan distribusi pendapatan dan harta kekayaan (assets). Namun hal tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari masalah ketidak-merataan kekuasaan, prestise, status, kepuasan kerja, kondisi kerja, tingkat partisipasi, kebebasan untuk memilih dan lain – lain.
Lewat pemahaman yang mendalam akan masalah ketidak merataan dan kemiskinan ini memberikan dasar yang baik untuk menganalisa masalah pembangunan ynag lebih khusus seperti : pertumbuhan penduduk, pengangguran, pembangunan pedesaan, pendididkan perdagangan internasional, dan sebagainya.
Pembatasan masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan ini sebenarnya sulit untuk dipisahkan. Namun demikian, pada bagian ini lebih ditekankan pada pembahasan masalah distribusi pendapatan dengan  menyinggung sedikit masalah kemiskinan.
Sebuah cara sederhana untuk mendeteksi masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan adalah dengan menggunakan kerangka kemungkinan produksi, seperti yang telah disinggung pada bagian di muka.
Untuk menggambarkan analisis tersebut, produksi barang dalam sebuah perekonomian dibagi menjadi dua macam barang, Pertama adalah barang – barang kebutuhan pokok, pakaian, peruamahan sederhana dan sebagainya. Kedua adalah barang– barang mewah seperti: mobil mewah, video, televisi, pakaian mewah, dan sebagainya.
Dengan menganggap bahwa produksi sekarang terjadi pada batas kemungkinan produksi (dimana semua sumber daya digunakan secara penuh dan efisien). Pertanyaan yang timbul adalah bagaimanan menentukan kombinasi antara barang – barang kebutuhan pokok dan barang – barang mewah itu? Siapa yang akan menentukan?
Gambar 8.6 menggambarkan masalah tersebut. Pada sumbu vertikal digambarkan semua barang mewah secara keseluruhan, sedangkan sumbu horizontal melukiskan kelompok barang kebutuhan pokok. Oleh karena itu, Production Passibility Curve (PPC) tersebut menggambarkan kombinasi maksimum dari kedua macam barang tersebut yang bisa dihasilkan perekonomian itu dengan cara menggunakan teknologi tertentu. Namun keadaan tersebut tidak menunjukkan secara jelas kombinasi yang mana di antara banyak kemungkinan yang akan dipilih.
Gambar 8.6.
Pemilihan Barang Apa yang akan Diproduksi:
Barang Mewah versus Barang Kebutuhan Pokok

Sebagai contoh, GNP rill yang sama dirunjukkan pada titik A dan titik B pada Gambar 8.6. Pada titik A banyak barang mewah dan sedikit barang kebutuhan pokok yang dihasilkan, sedangkan pada titik B sebaliknya. Bagi negara – negara yang berpendapatan rendah kombinasi yang diharapakan adalah pada titik B tetapi faktor penetu utama bagi kombinasi output dalam perekonomian pasar dan “capuran” adalah itngkat permintaan efektif konsumen keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh posisi dan bentuk kurva permintaan masyarakat secara keseluruhan terutama sekali ditentukan oleh tingkat distribusi pendapatan nasional.
Di negara yang tingkat GNP dan pendapatan per kapitanya rendah, semakin timpang distribusi pendapatan maka permintaan agregat akan semakin dipengaruhi oleh perilaku konsumsi orang – orang kaya. Oleh karena itu posisi produksi konsumsi adalah pada titik A dimana orang kaya, biasanya, proporsi pengeluarannya lebih banyak untuk barang mewah daripada barang kebutuhan pokok. Pada akhirnya keadaan ini tentu akan menyebabkan kelompok miskin semakin menderita.
Sebelum kita melanjutkan pada pembahasan – pembahasan selanjutnya ada baiknya kita mengetahui secara umum apa yang menyebabkan ketidak merataan distribusi pendapat di NSB. Irma Adelman & Cynthia Taft Morris (1973) mengemukakan 8 sebab yaitu :
1.      Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapat perkapita.
2.      inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertumbuhan produksi barang – barang.
3.      Ketidak – merataan pembangunan antar daerah.
4.      Investasi yang sangat banyak dalam proyek - proyek (capital intensive), sehingga presentase pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang bersal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
5.      rendahnya mobilitas sosial.
6.      pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga – harga barang hasil industri untuk melindungi usaha – usaha golongan kapitalis.
7.      memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi NSB dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisasi permintaan negara – negara terhadap barang – barang ekspor NSB.
8.      hancurnya industri – industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain – lain.

1)      Distribusi Pendapatan Perorangan
Ukuran distribusi pendapata perorangan merupakan ukuran yang paling umum digunakan oleh para ekonom. Ukuran sederhana ini menunjukkan hubungan antara individu – individu dengan pendapatan total yang mereka terima. Bagaimana caranya pendapatan itu diperoleh tidak diperhatikan. Berapa banyak pendapatn masing – masing pribadi, atau apakah pendapatan itu berasal dari hasil kerja semata ataukah dari sumber – sumber lain seperti bunga, laba, hadiah, warisan dan lain – lain, juga tidak diperhatikan. Lebih jauh lagi, sumber – sumber yang bersifat lokasional (perkotaan atau pedesaan) dan okupusional (misalnya perhatian, industri pengolahan, perdagangan, jasa-jasa) juga diabaikan.
Oleh karena itu, para ekonomi dan ahli statistik lebih suka menyusun semua individu menurut tingkat pendapatannya yang semin meninggi dan kemudia membagi semua individu tersebut ke dalam kelompok – kelompok yang berbeda-beda. Metode yang umum adalah membagi penduduk ke dalam kuintil (5 kelompok) atau desil (10 kelompok) sesuai dengan tingkat pendapatan yang semakin meninggi tersebut dan kemudian menentukan proporsi dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing–masing kelompok tersebut.
Sebagai contoh, Tabel 8.1. menunjukkan suatu distribusi pendapatan hipotesis suatu NSH. Pada tabel tersebut ada 20 ‘individu’ yang menyajikan penduduk segara tersebut secara keseluruhan yang disusun dengan aturan pendapatan tahunan yang semakin tinggi yang dimulai dari individu dengan pendapatan terendah (0,8 unit) sampai yang tertinggi (15 unit). Pendapatan total semua individu (pendapatan nasional) berjumlah 100 unit dan merupakan jumlah yang masuk dalam kolom 2.
Dalam kolom 3 penduduk dikelompokkan kedalam kuintil atau 5 kelompok yan gmasing – masing terdiri dari 4 individu. Kunintil pertama menunjukkan 20 persen penduduk yang berpendapatan terendah dalam skala pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5 persen (5unit uang) dari pendapatn nasional total. Kuintiil yang kedua (5-8 individu) menerima 9 persen dari pendapatan total. Kemungkinan lain. 40 persen penduduk terendah (kuintil 1 + kuintil 2)hanya menerima 14 persen dari pendapatan, sedangkan 20 persen penduduk tertinggi (kuintil ke – 5) menerima 51 persen dari pendapatan total.
Ukuran umum ketidak – merataan pendapatan yang bisa didapat dari kolom 3 adalah perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk terendah dan 20 persen penduduk tertinggi. Perbandingan ini sering digunakan sebagai ukuran derajat ketidak merataan antara negara maju dan negara miskin. Dalam contoh ini, perbandingan ketidak merataan tersebut adalah sama dengan 14,0 dibagi dengan 51 atau 0,28.
Untuk memberikan keterangan yang lebih terinci tentang ukuran distribusi pendapatan bisa dilihat desil atau 10 persen pangsa yang terdapat pada kolom 4. Tampak bahwa 10 persen penduduk yang terendah pendapatannya (2 individu termiskin) hanya menerima 1,8 persen dan pendapatan total, sedangkan 10 persen penduduk yang berpendapatan tertinggi memperoleh 28,5 persen.

a)      Kurva Lorenz
Cara lain untuk menganalisis distribusi pendapatan perorangan adalah membuat kurva yang disebut kurva Lorenz. Dinamakan kurva Lorenz adalah karena yang memperkenalkan kurva tersebut adalah Conrad Lorenz seorang ahli statistika dari Amerika Serikat. Pada tahun 1905 ia menggambarkan hubungan antara kelompok – kelompok penduduk dan pangsa (share) pendapatan mereka.

Tabel 8.1.
Distribusi Pendapatan Perorangan Suatu NSB
Atas Dasar Pangsa Pendapatan Secara Hipotetis

Individu
Pendapatan Perorangan (satuan uang)
Persentase pangsa (share) Pendapatan
Kuintil
Desil
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
20 (Pendapatan Nasional)

0,8
1,0
1,4
1,8
1,9
2,0
2,4
2,7
2,8
3,0
3,4
3,8
4,2
4,8
5,9
7,1
10,5
12,0
13,5
15,0
100,0

1.8%

5%

3.9%

9%

5.8%

13%

9.0%

22%

22.5%

51%
100%




3.2%



5.1%



7.2%



13.0%



28.5%
100.0%





Gambar 8.7 menunjukkan bagaiman car amembuat kurva Lorenz tersebut. Jumlah penerima pendapatan digambarkan pada sumbu horizontal, tidak dalam angka mutlak tetapi dalam persentase kumulatif. Misalnya, titik 20 menunjukkan 20 persen penduduk termiskin (paling rendah pendapatannya), dan pada titik 60 menunjukkan 60 persen penduduk terbawah pendapatannya. Dan pada ujung sumbu horizontal menunjukkan jumlah 100 persen pendudukan yang dihitung pendapatannya.
Sumbu vertikal menunjukkan pangsa (share) pendpaatan yang diterima oleh masing – masing persentase jumlah penduduk. Jumlah ini juga kumulatif sampai 100 persen, dengan demikian kedua sumbu itu sama panjangnya dan kahirnya membentuk bujur sangkar.
Sebuah garis diagonal kemudian digambarkan melalui titik origin menuju sudut kanan atas dari hujur sangkar tersebut. Setiap titik pada garis diagonal tersebut menunjukkan bahwa persentase pendapatan yang diterima sama persis dengan persentase penerima pendapatan tersebut, sebagai contoh, titik tengah dari diagonal tersebut betul – betul menunjukkan bahwa 50 persen pendapatan diterima oelh 50 persen jumlah penduduk. Demikian juga titik 75 atau 25. dengan kata lain garis diagonal tersebut menunjukkan distribusi pendapatan dalam keadaan kemerataan sempurna (perfect equality). Oleh karena itu garis tersebut bisa juga disebut sebagai garis kemerataan sempurna.
Gambar 8.7.
Kurva Laurenz

Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif antara persentase penduduk dan persentase pendpaatan yang mereka terima, misalnya selama 1 tahun. Gambar 8.7. merupakan gambar kurva Lorenz dengan menggunakan data desil yang terdapat pada Tabel 8.1. Dengan kata lain, kedua sumbu yang vertikal dan horizontal dibagi ke dalam 10 bagian yang sama. Titik A menunjukkan bahwa 10 persen penduduk dengan pendapatan terendah hanya menerima 1.8 persen dari jumlah pendapatan. Titik B menunjukkan bahwa 20 persen penduduk terbawah menerima 5 persen dari jumlah pendapatan, demikian seterusnya.
Semakin jauh kurva Lorenz tersebut dari garis diagonal (kemerataan sempurna) semakin tinggi derajat ketidak merataan yang ditunjukkan. Keadaan yang paling ekstrim dari ketidak merataan sempurna. Misalnya keadaan dimana seluruh pendapatn hanya diterima oleh satu orang,akan ditunjukkan oleh berimpitnya kurva Lorenz tersebut dengan sumbu horizontal bagian bawah dan sumbu vertikal sebelah kanan.
Oleh karena tidak ada suatu negarapun yang mengalami kemerataan sempurna ataupun ketidak – merataan sempurna dalam distribusi pendapatannya, maka kurva – kurva Lorenz untuk setiap negara akan terletak di sebelah kanan kurva diagonal tersebut seperti tampak pada Gambar 8.7 itu. Semakin tinggi derajat ketidak merataan, kurva Lorenz itu akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horizontal sebelah bawah keadaan tersebut ditunjukkan oleh gambar 8.8 (a dan b)

Gambar 8.8.
Derajat kemerataan / ketidak merataan menurut Kurva Lorenz

b)     Koefisien Gini
Suatu ukuran yang singkat mengenai derajat ketidak merataan distribusi pendapatan dalam suatu negara bisa diperoleh dnegna menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna dengan kurva Lorenz dibandingkan denganluas total dari sejarah bujur sangkat dimana terdapat kurva Lorenz tersebut.
Dalam gambar 8.9 koefisien Gini itu ditunjukkan oleh perbandingan antara daerah yang diarsir A dengan luas segi tiga BCD. Koefisien Gini diambil dari nama ahli statistik Italia yang bernama C. Gini yang menemukan rumus tersebut pada tahun 1912.
Koefisien Gini ini merupakan ukuran ketidak-merataan agregat dan nilainya terletak antara 0(kemerataan sempurna) sampai 1 (ketidak-merataan sempurna). Negara – negara yang megnalami ketidak merataan tinggi. Koefisien Gininya berkisat antara 0,50 – 0 ,70: ketidak merataan sedang antara 0,36-0,49 dan yang mengalami ketidak merataan rendah berkisar antara 0,20 – 0,35.
Gambar 8.9
Perkiraan koefisien Gini

2)      Distribusi Fungsional
            Ukuran distribusi pendapatan lain yang sering digunakan oelh para ekonom adalah distribusi fungsional atau distribusi pangsa faktor produksi (factor share distribution). Ukuran distribusi ini berusaha untuk menjelaskan pangsa (share) pendapatan nasional yang diterima oleh masing – masing faktor produksi. Di samping memandang individu – individu sebagai kesatuan yang terpisah, teori ukuran distribusi keseluruhan dibandingkan dengan persentase dan pendapatan nasional yang terdiri dari sewa, bunga dan laba.
Suatu kerangka ekonomi teoritis telah dibangun berkaitan dnegankonsep distribusi pendapatan fungsional ini. Konsep ini mencoba untuk menjelaskan “pendapatan” suatu faktor produksi melalui konstribusi faktor tersebut terhadap produksi. Kurva penawaran dan permintaan digunakan untuk menentukan harga  - harga dari masing – masing faktor produksi. Jika harga – harga tersebut dikalikan dengan kuantitas yang digunakan, dengan anggapan penggunaan dari masing – masing faktor produksi. Misalnya penawaran dan permintaan akan tenaga kerja digunakan untuk menentukan tingkat upah. Jika tingkat upah ini kemudian dikalikan dengan tingkat faktor produksi tersebut (tenaga kerja) akan diperoleh nilai upah soal.
Gambar 8.10 memberikan gambaran yang sederhana dari teori distribusi pendapatan fungsional. Kita menganggap bahwa hanya ada 2 faktor produksi: modal yan gmerupakan fkator produksi tetap dan tenaga kerja merupakan satu satunya faktor produksi variabel.

Gambar 8.10
Distribusi Pendapatan Fungsional Dalam Suatu Perekonomian Pasar

Menurut asumsi pasar persaingan permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh Marginal Product dari tenaga kerja tersebut (MP1) yaitu tambahan pekerja akan pekerjaan sampai pada titik dimana nilai dari Marginal Product-nya (VMP1) sama denga ntingkat upah riil. Tetapi sesuai dengan prinsip marginal product yang menurun, permintaan akan tenaga kerja ini akan merupakan suatu fungsi yang menurunkan dari jumlah yang dipekerjakan.
Kurva permintaan akan tenaga kerja yang berslope negatif tersebut ditunjukkan oleh garis D1 pada Gambar 8.10. Dengan kurva penawaran tenaga kerja S1 tingkah upah kesemimbangan akan sama dengan OW dan tingkat keseimbangan penggunaan tenaga kerja adalah OL. Pendapatan nasional total ditunjukkan oleh daerah OREL. Pendapatan nasional ini terbagi menjadi 2 yaitu OWEL merupakan pangsa tenaga kerja dalam bentuk upah dan WRE sebagai laba dari kaum kapitalis. Oleh karena itu dalam suatu pasar persaingan degnan fungsi produksi yang bersifat constant retures to scale, harga – harga faktor produksi ditentukan oleh kurva penawaran dan permintaan akan faktor produksi tersebut. Pendapatan didistribusikan menurut “fungsi” yaitu tenaga kerja menerima “upah”, pemilik tanah menerima “sewa” dan kaum kapitalis menerima “laba”. Ini merupakan teori yang murni dan logis karena masing – masing faktor produksi memperoleh pembayaran hanya sesuai dengan kontribusinya terhadap pendapatan nasional tidak kurang tidak lebih.
Sayangnya relevansi teori fungsional ini dilemahkan oleh kegagalannya dalam memperhitungkan peranan dan pengruh penting dari kekuatan – kekuatan “non pasar”  seperti “kekuatan” untuk menenrukan harga-harga faktor produksi, misalnya perjanjian bersama antara para pekerja dan kekuatan para monopolis atau tuan tanah dalam penetapan tingkat upah.

C. Masalah Kemiskinan
Pada tahun 1990 yang lalu perhatian masyarakat terhadap masalah kemiskinan kembali digugah setelah cukup lama tidak banyak diperbincangkan di media massa. Perhatian masyarakat tersebut berawal dari pemyataan Bank Dunia (1990) di media massa yang memuji keberhasilan Indonesia dalam mengurangi jumlah penduduk miskin. Menurut Bank Dunia. Indonesia telah berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin secara relatif dari 40 persen pada tahun 1975 menjadi 22 persen dari jumlah populasi pada tahun 1984. Suatu penurunan yang cukup besar hanya dalam kurun waktu 8 tahun.
Namun demikian. secara absolut, jumlah penduduk Indonesia yang rnasih hidup di bawah garis kemiskinan ternyata masih banyak yakni 35 juta jiwa. Selain itu. masih banyak penduduk yang pendapatannya hanya sedikit sekali di atas batas garis kemiskinan. Kelompok "nyaris miskin" ini sangat rawan terhadap perubahan - perubahan keadaan ekonomi seperti kenaikan harga komoditi-komoditi utama atau turunnya tingkat pertumhuhan ekonomi. Oleh karena itu masalah kemiskinan ini masih tetap perlu diperhatikan secara serius karena tujuan pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Sementara itu di dunia ilmiah masalah kerniskinan ini telah hanyak ditelaah oleh para ilmuwan sosial dari berbagai latar belakang disiplin ilmu dengan menggunakan berbagai konsep dan ukuran untuk menandai berbagai aspek dan permasalahan tersebut. Sosiolog maupun ekonom telah banyak menulis tentang kerniskinan. Tetapi istilah seperti “standar hidup”, “pendapatan” dan “distribusi pendapatan" lebih sering digunakan dalam ilmu ekonorni. sedangkan istilah “kelas”, "stratifikasi” dan “marginalitas” digunakan oleh para sosiolog (Hadiman & Midgley, 1982). Bagi yang memperhatikan masalah-masalah kebijakan sosial secara lebih luas biasanya lebih memperhatikan konsep “tingkat hidup".. yakni tidak hanya menekankan tingkat pendapatan saja tetapi juga masalah pendidikan, perumahan. Kesehatan dan kondisi-kondisi sosial lainnya dari masyarakat. Namun demikian, sampai saat ini belum ada definisi-definisi yang baku dan bisa diterima secara umum dari berbagai macam istilah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masalah keimiskinan itu itu sangat kompleks dan pemecahannya pun tidak mudah.

a) Aspek – aspek kemiskinan
Pembahasan masalah kemiskinan ini dapat didekati dari 3 aspek yakti penyebab, ukuran dan indikator kemiskinan. Ketiga aspek tersebut dibahas berikut ini :
1. Penyebab Kemiskinan
Para pembuat kebijakan pembangunan selalu berupaya agar alokasi sumberdaya dapat dinikmati oelh sebagian besar anggota masyarakat. Namun demikian, karena ciri dan keadaan masyarakat amat beragam dan ditambah pula dengan tingkat kemajuan ekonomi negara yang bersangkutan  yang masih lemah, maka kebijakan nasional umumnya diarahkan untuk memecahkan permasalahan jangka pendek. Sehingga kebijakan pemerintah belum berhasil memecahkan persoalan kelompok ekonomi di tingkat bawah.
Dengan demikian, kemiskinan dapat diamati sebagai kondisi anggota masyarakat yang tidak/ belum ikut serta dalam proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga tidak mendapatkan amanfaat dari hasil proses pembangunan. Ketidak ikut sertaan dalam proses pembangunan ini dapat disebabkan karena secara alamiah tidak / belum mampu mendayagunakan faktor produksinya, dan dapat pula terjadi secara tidak alamiah.

2. Ukuran kemiskinan
Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan memang tidak mudah untuk mengukurnya namun demikian dalam begian ini akan dijelaskan 2 macam ukuran kemiskinan yang umum digunakan yaitu :

(1)   Kemiskinan Absolut
Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara laik. Bila pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum, maka orang dapat dikatan miskin, dengan demikian , kemiskinan diukur dengan memperbandigkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak mismin atau seing disebut sebagai garis batas  kemiskinan. Konsep ini sering disebut dengan kemiskinan absolut.
Kesulitan utama dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga oleh iklim, tingkat kemajuan suatu negara dan berbagai faktor ekonomi lainnya. Walaupun demikian, untuk dapat hidup laik seseorang membutuhkan barang – barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya.
Kebutuhan dasar dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu kebutuhan dasar yang diperlukan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan kebutuhan lain yang lebih tinggi. UNRISD menggolongkan kebutuhan dasar manusia atas 3 kelompok yaitu : pertama, kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, peruamahan dan kesehatan; kedua, kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, waktu luang dan rekreasi serta ketengan hidup dan ketiga kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi.
Kebutuhan dasar tidak hanya meliputi kebutuhan orang atau keluarga, tetapi juga meliputi kebutuhan fasilitas lingkungan kehidupan manusia, seperti yang dikemukan oleh International Labor Organization (ILO, 1976) sebagai berikut :
“Kebutuhan dasar meliputi 2 unsur: pertama, kebutuhan meliputi tuntutan minimum tertentu dari suatu keluarga sebagai konsumsi pribadi seperti makanan – makanan yang cukup, tempat tinggal, pakaian, juga peraltan dan perlengkapan rumah tangga yang dilaksanakan, Kedua, kebutuhan meliputi pelayanan sosial ynag diberikan oleh dan untuk masyarakat seperti air minum bersih, pendidikan dan kultural.”

(2)   Kemiskinan Relatif
Orang yang sadar mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti “tidak miskin” ada ahli yang berpendapat bahwa walaupun pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jadi lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat disekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin, ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya, daripada lingkungan orang yang bersangkutan.
Oleh karena itu, Kincoid (1975) melihat kemiskinan dari aspek ketimpangan sosial, semakian besar ketiampangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumalh penduduk yang dikategorikan miskin. Menurut kriteria Bank Dunia: pertama, jika 40 persen jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima kurang dari 12 persen dari pendapatan nasional, maka disebut ketidakmerataan sangat timpang: kedua, jika 40 persen jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima antara 12-17 persen dari pendapatan nasional, maka disebut ketidak merataan sedang; dan ketiga, jika 40 persen jumlah penduduk dengan pendapatan terendah tersebut menerima lebih dair 14 persen dari pendapatan nasional, maka disebut ketidak merataan rendah.

(3) Indikator Kemiskinan
Indikator Kemiskinan ada bermacam-macam yakni : Konsumsi beras perkapita per tahun, tingkat pendapatan, tingkat kecukupan gizi, KFM dan tingkat kesejahteraan





b) Strategi Kebijakan Dalam Mengurangi Kemiskinan
(1) Pembangunan Pertanian
Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Ada 3 aspek dari pembangunan pertanian yang telah memebrikan kontribusi terbesar bagi peningkatan pedapatan pedesaan dan pengurangan kemiskinan pedesaan dihasilkan dari adanya revolusi teknologi dalam pertanian padi, termasuk pembangunan irigasi. 
Konstribusi lainnya datang dari program pemerintah untuk mengglakkan produksi tanaman keras, Misalnya, lebih dari 200.000 petani di luar jawa telah dibantu untuk menanam karet, kelapa dan kelapa sawit. Tergantung pada tingkat input dan manajemennya, para petani tersebut memperoleh pendapatan bersih antara Rp. 750.000.-– 1.200.000,- per ha (pada tingkat harga 1988). Dan akhirnya, pembangunan luar jawa juga berperan mengurangi kemiskinan di Jawa melalui pembangunan pertanian di daerah – daerah transmigrasi.

(2) Pembangunan Sumber Daya Manusia
Perbaikan akses terhadap konsumsi pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan dan gizi) merupakan alat kebijakan penting dalam strategi pemerintah secara keseluruhan untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kesejahteraan penduduk Indonesia. Perluasan ruang lingkup dan kualitas dari pelayanan – pelayanan tersebut secara langsung memuskan konsumsi pokok yang dibutuhkan yang merupakan suatu sasaran kebijakan penting pula.
Di Indonesia atau dimana saja, pendidikan (formal dan non formal) bisa berperan penting dalam mengurung kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan produktivitas dan efisiensi secara tidak langsung melalui petaihan golongan miskin dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka dan pada gilirannya akan meningkaktakn pendapatan mereka.

(3) Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM – LSM bisa memainkan peran yang lebih besar di dalam perancangan dan implementasi program pengurangan kemiskinan, karena fleksibelitas dan pengetahuan mereka tentang komunitas yang mereka bisa, LSM – LSM ini untuk beberapa hal bisa  menjangkau golongan miskin tersebut secara lebih efektif ketimbang program – program pemerintah lebih dari itu, ketelibatan aktif dari LSM-LSM tersebut di dalam program – program pemerintah oleh karena itu pada akhirnya akan meningkatkan partisipasi masyarakat.keterlibatan LSM – LSM juga dapat meringankan biaya finansial dan staf dalam pengimplementasian program padat – karya untuk mengurangi kemiskinan.

Bentuk dan macam organisasi – organisasi kemasyarakatan seperti bisa dikelompokkan ke dalam 4 kategori :
(1)   Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
(2)   Lembaga Pembina Swadaya Masyarakat (LPSM)
(3)   Organisasi-organisasi sosial lainnya, dan
(4)   Organisasi – organisasi semi - pemerintah



0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Atas Kunjungannya dan Kesediaannya untuk Berkomentar. Saya Sangat menghargai Setiap Komentar, Masukkan, Saran, dan Kritik yang sekiranya dapat Membangun Blog ini agar lebih baik Kedepannya. Berkomentarlah dengan sopan dan santun & "No Spam"..
Terima Kasih atas Kunjungannya...

 
Design by Materi Belajar Online