BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah pokok yang dihadapi
Pemerintah Indonesia
sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi dan kualitas penduduk yang masih relatif
rendah. Sejalan dengan jumlah
penduduk yang terus meningkat maka jumlah penduduk usia kerjapun mengalami peningkatan. Jumlah
pengangguran struktural pun semakin
besar karena struktur ekonomi yang ada belum mampu menciptakan kesempatan keria yang sesuai
dan dalam jum-lah
yang cukup untuk menampung angkatan kerja yang ada. Penduduk sebagai sumber daya manusia walaupun dia
berjumlah sangat besar apabila dibina dan dikerjakan sebagai tenaga kerja yang
efektif merupakan modal pembangunan yang
besar dan
sangat menguntungkan bagi usaha pembangunan di segala bidang.
Penduduk merupakan modal atau
potensi yang besar untuk peningkatan produksi nasional jika tersedia lapangan
pekerjaan yang cukup, tetapi di lain pihak jika penduduk banyak yang menganggur sebagai akibat tidak tersedianya
lapangan pekerjaan, akan
mengakibatkan semakin merosotnya tingkat kesejahteraan hidup masyarakat.
Perkembangan dan pertumbuhan angkatan kerja yang terjadi beberapa tahun
kemudian setelah perubahan penduduk secara tradisional dianggap sebagai salah
satu faktor positif yang memiliki pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang
lebih besar berarti akan
menambah jumlah produktif. Sedangkan pertumbuhan formal telah terjadi proses
feminisasi dan status wanita pekerja telah membaik.
A. Masalah Pertumbuhan Ekonomi
Selama dua dasa warsa yang lalu titik perhatian ekonomi
dunia ditunjukkan pada upaya-upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan pendapatan nasional riil. Para
ekonom beranggapan bahwa pertumbuhan pendapatan nasional riil tersebut bisa
digunakan sebagai ukuran kinerja (performance) perekonomian suatu negara. Oleh
karena itu, pemahaman terhadap sifat dan sebab-sebab terjadinya pertumbuhan
ekonomi tersebut penting sekali untuk diperdalam.
Pada bagian ini dibahas tentang konsep dasar teori
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan kerangka analisis kemungkinan produksi
sederhana (simple production possibility) untuk melihat tingkat, komposisi, dan
pertumbuhan output nasional. Kemudian dibahas pula secara singkat sejarah
pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, dan akhirnya perdebatan tentang masalah
pertumbuhan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi suatu masyarakat adalah :
1.
Akumulasi Modal, termasuk semua investasi baru yang
berwujud tanah (lahan), peralatan fisikal, dan sumberdaya manusia (human
resources)
2.
Pertumbuhan Penduduk
3.
Kemajuan Teknologi
ad 1. Akumulasi Modal
Akumulasi modal akan
terjadi jika ada proporsi tertentu dari pendapatan sekarang yang ditabung yang kemudian diinvestasikan untuk
memperbesar output pada masa yang akan datang. Pabrik-pabrik, mesin-mesin,peralatan-peralatan,
dan barang-barang baru akan meningkatkan
stok Modal (Capital stock) fisikal suatu negara (yaitu jumlah nilai riil bersih
dari semua barang-barang modal produktif secara fisikal) sehingga pada
gilirannya akan memungkinkan negara
tersebut untuk mencapai tingkat output yang lebih besar. Investasi –investasi
lainnya yang dikenal dengan sebutan infrastruktur sosial dan
ekonomi yaitu jalan raya, listrik, air, sanitasi, dan komunikasi akan mempermudah
dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan ekonomi.
Sama halnya dengan
investasi tak langsung di atas, investasi sumberdaya manusia (human investment)
juga dapat memperbaiki kualitas sumberdaya manusia tersebut dan juga akan
mempunyai pengaruh yang sama atau bahkan lebih besar terhadap produksi.
Sekolah-sekolah formal, sekolah-sekolah kejuruan, dan program-program latihan
kerja serta berbagai pendidikan informal lainnya semuanya diciptakan secara
lebih efektif untuk memperbesar kemampuan manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya
sebagai hasil dari investasi langsung dalam pembangunan gedung-gedung,
peralatan dan bahan-bahan (buku-buku, proyektor, peralatan penelitian,
alat-alat latihan kerja, mesin-mesin, dan lain-lain). Latihan-latihan tingkat
lanjutan yang relevan bagi tenaga pendidik, demikian pula dengan buku-buku
pelajaran ekonomi yang baik, bisa membuat perubahan yang sangat besar dalam
mutu, kepemimpinan, dan produktivitas tenaga kerja yang ada. Oleh karena itu
investasi dalam sumberdaya manusia ini sama dengan memperbaiki mutu sekaligus
meningkatkan produktivitas sumberdaya-sumberdaya tanah melalui investasi yang
strategis tersebut.
Semua fenomena di atas
merupakan bentuk investasi menuju terjadinya ukumulasi modal. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya baru
(memperbaiki kualitas tanah yang rusak) atau meningkatkan kualitas
sumberdaya-sumberdaya yang ada (irigasi, pupuk, pestisida, dan lain-lain),
tetapi ciri-cirinya yang utama bahwa investasi itu menyangkut suatu trade-off antara konsumsi sekarang dan konsumsi masayang akan datang
memberian hasil yang sedikit sekarang, tetapi hasilnya akan lebih banyak nanti
Ad 2. Pertumbuhan
Penduduk
Pertumbuhan penduduk dan yang hal-hal yang berhubungan
dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor
force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya,
semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif tenaga kerja, sedangkan
semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik.
Namun demikian, yang perlu dipertanyakan
adalah: apakah peningkatan penawaran tenaga kerja yang cepat di NSB yang
mempunyai surplus tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif atau negatif
terhadap kemajuan ekonomi? Jawabannya : tergantung pada kemampuan sistem
ekonomi tersebut untuk menyerap dan memperkerjakan tambahan pekerja itu secara
produktif. Kemampuan tersebut tergantung pada tingkat dan jenis akumulasi modal
dan tersedianya faktor-faktor lain yang dibutuhkan, seperti misalnya keahlian
manajerial dan administratif.
Dalam memahami dua faktor fundamental
pertama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi, untuk sementara kita sisihkan
dulu komponen ketiga (teknologi). Mari kita lihat kedua faktor itu berinteraksi
melalui kurva kemungkinan produksi atau Production Possibility Curve (PPC)
untuk memperbesar keseluruhan output potensial masyarakat dari semua barang.
Dengan teknologi, sumberdaya fisikal, dan sumberdaya manusia tertentu, PPC
menggambarkan kombinasi-kombinasi output maksimum yang bisa dicapai untuk dua
kelompok komoditi, misalkan beras dan radio, jika semua sumberdaya yang ada
digunakan secara penuh dan efisien (full employment).
Misalkan teknologi tidak berubah, sedangkan
sumberdaya fisikal dan sumberdaya manusia ditingkatkan dua kali sebagai hasil
dari investasi yang meningkatkan kualitas sumberdaya yang ada atau investasi
sumberdaya-sumberdaya baru: tanah, modal dan tenaga kerja. Gambar 8.1
menunjukkan bahwa perduakalilipatan jumlah sumberdaya
akan menyebabkan PPC bergeser menjauhi titik asal (origin) secara seragam dari
P-P ke P1-P1. radio dan beras sekarang bisa di produksi
lebih banyak.
Gambar 8.1.
Pengaruh Pertambahan
Sumberdaya Fisikal dan
Sumberdaya Manusia
terhadap posisi PPC
Dalam analisis ini dianggap hanya dua macam barang yang dihasilkan oleh
perekonimian tersebut. Oleh karena itu GNP (nilai keseluruhan dari
barang-barang dan jasa yang dihasilkan) menjadi lebih tinggi daripada
sebelumnya. Dengan kata lain, proses pertumbuhan ekonomi sedang berlangsung.
Seandainya negara tersebut tidak menggunakan sumberdaya fisikal dan
sumberdaya manusia secara penuh seperti pada titik X dan X1 pada
gambar 8.1, maka terjadi pengangguran dan modal serta tanah yang menganggur
(idle). Tetapi perlu pula diingat bahwa tidak ada keharusan bahwa pertumbuhan
sumberdaya akan menyebabkan pertumbuhan output yang lebih tinggi. Ini bukan
hukum ekonomi dan banyak NSB yang pertumbuhannya sangat buruk membuktikan
fenomena ini. Pertumbuhan penyediaan sumber daya juga bukan syarat yang
diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi jangka pendek, karena pemanfaatan sumber
daya yang menganggur yang ada bisa menaikkan tingkat output secara substansial,
seperti yang dilukiskan oleh pergerakan dari titik X ke X1. Namun
demikian, dalam jangka panjang, perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya
seperti halnya investasi baru yang dirancang untuk memperbesar kuantitas sumber daya-sumber daya tersebut
merupakan tindakan yang mendasar untuk mempercepat pertumbuhan output nasional.
Di samping menganggap pertumbuhan semua faktor produksi secara
proposional, mari kita anggap bahwa misalnya hanya modal atau hanya tanah yang
dinaikkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Gambar (a) dan (b) pada gambar
menunjukkan bahw pabrik radio relatif menggunakan modal uang lebih banyak
sedangkan produksi beras relatif menggunakan tanah lebih banyak. Oleh karena
itu pergeseran PPC akan lebih berat ke arah radio (Gambar 8.2a) jika modal tumbuh
dengan cepat, dan ke arah beras (Gambar 8.2b) jika kuantitas dan kualitas tanah
tumbuh relatif lebih cepat.
Namun demikian, kerena pada keadaan bisa kedua produk tersebut akan
membutuhkan kedua faktor produksi itu sebagai input produktif, walaupun dalam
kombinasi yang sangat berbeda, maka PPC masih bergeser sedikit menjauhi titik
origin sepanjang sumbu beras (a) juka modal dinaikkan, dan sepanjang sumbu
radio (b) hanya jika kuantitas dan atau kualitas sumber daya tanah diperluas.
Gambar 8.2.
Pergeseran
PPC yang non simetris jika :
(a)
hanya stok modal yang diperluas dan
(b)
hanya kenaikan kuantitas dan atau kualitas tanah
Ad 3. Kemajuan Teknologi
Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling
penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana,
kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang
diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional, seperti cara
menanam padi, membuat pakaian, atau membangun rumah. Ada 3 macam klasifikasi kemajuan teknologi
yaitu : netral, hemat tenaga kerja (labor saving) dan hemat modal (capital
saving).
Kemajuan teknologi yang bersifat netral terjadi jika tingkat output
yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang
sama. Inovasi-inovasi yang timbul dari pembagian kerja (division of labor) bisa
yang tepat akan menghasilkan tingkat output total yang lebih tinggi dan
konsumsi yang lebih banyak untuk semua orang. Dalam hubungannya dengan analisis
kemungkinan produksi (PPC), kemajuan teknologi yang bersifat netral adalah
penduakalian output total adalah sama dengan menduakalikan semua input produktif.
Pergeseran PPC menjauhi titik asal (origin) ditunjukkan oleh Gambar 8.3
menunjukkan gambar kemajuan teknologi yang bersifat netral.
Di lain pihak, kemajuan teknologi bisa bersifat hemat tenaga kerja atau
hemat modal, yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah
tenaga kerja atau input modal yang sama. Penggunaan komputer, traktor, dan
alat-alat mekanisme lainnya, yang merupakan mesin-mesin dan peralatan modern
bisa dikalasifikasikan sebagai hemat tenaga kerja.
Kemajuan teknologi yang bersifat hemat modal adalah sangat jarang
terjadi, karena hampir semua penelitian ilmiah dan perkembangan teknologi yang
dilakukan negara maju adalah bertujuan untuk menghemat tenaga kerja, bukan
modal. Tetapi untuk negara-negara yang mempunyai tenaga kerja yang melimpah
seperti NSB pada umumnya, maka kemajuan teknologi yang bersifat hemat modal
sangat dibutuhkan. Metode produksi yang lebih efisien (biaya produksi rendah)
adalah metoda produksi yang padat tenaga kerja (labor aumenting) atau perluasan
modal (capital augmenting). Kemajuan teknologi yang bersifat perluasan tenaga
kerja terjadi jika kualitas atau
keahlian angkatan kerja ditingkatkan, misalnya penggunaan vidio, televisi, dan
media komunikasi elektronik lainnya dalam memberikan pelajaran dikelas.
Sementara itu kemajuan teknologi yang bersifat perluasan modal terjadi jika
penggunaan modal secara lebih produktif, misalnya penggantian bahan untuk membuat
bajak dari kayu menjadi baja dalam produksi pertanian.
Gambar 8.3
Kemajuan Teknologi yang bersifat netral
Gambar 8.4
Pengaruh penggunaan bibit unggul baru terhadap produksi beras
Kita bisa menggunakan PPC untuk beras dan radio untuk menganalisis dua
macam kemajuan teknologi yang sangat berbeda itu. Penggunaan bibit unggul
misalnya, bisa membuat petani padi mampu meningkatkan hasil padinya menjadi dua
atau tiga kali dari hasil biasanya per hektar sawah. Dengan menggunakan
analisis kemungkinan produksi, pengaruh penggunaan bibit unggul itu di
tunjukkan oleh gambar 8.4. pada gambar tersebut tampak bahwa kurva tersebut
bergeser menjauhi titik origin pada sumbu beras dimana perpotongannya dengan
sumbu radio tidak berubah (bibit unggul baru tidak bisa digunakan untuk
meningkatkan produksi radio secara langsung).
Dalam hubungannya dengan teknologi pembuatan radio, penemuan transistor
mempunyai dampak yang sangat besar terhadap komunikasi seperti halnya penemuan
mesin uap dalam transportasi. Dengan adanya transistor tersebut produksi radio
tumbuh dengan pesat. Proses produksi menjadi lebih gampang dan para pekerja mampu untuk meningkatkan
produktivitas total mereka dengan cepat. Gambar 8.5 menunjukkan bahwa teknologi
transistor telah menyebabkan PPC berputar ke arah luar sepanjang sumbu
vertikal. Sementara itu, perpotongan dengan sumbu beras tidak berubah, walaupun
mungkin dengan mendengarkan musik selama bekerja akan meningkatkan produktivitas
para petani.
Gambar 8.5
Pengaruh Penggunaan Transistor terhadap Produksi Radio
Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi Modern
Simon Kuznets, penerima hadiah nobel dalam bidang ekonomi pada tahun
1971 atas kepeloporannya dalam mengukur dan menganalisis sejarah pertumbuhan
pendapatan nasional negara-negara maju, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
suatu negara sebagai “kemampuan negara itu untuk menyediakan barang-barang
ekonomi yang terus meningkat bagipenduduknya, pertumbuhan kemampuanini
berdasarkan kepada kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian
ideologi yang dibutuhkannya” Ketiga komponen pokok dari defenisi ini sangat
penting artinya :
1) Kenaikan output nasional secara terus menerus merupakan perwujudan dari
pertumbuhan ekonomi dan kemampuan untuk menyediakan berbagai macam barang
ekonomi merupakan tanda kematangan ekonomi .
2) Kemajuan tekonologi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan , namun belum merupakan syarat yang cukup.
3) Penyesuasian kelembagaan, siakp, dan ideologi harus dilakukan. Inovasi
sosial ibarat bola lampu tanpa aliran listrik .
B. Masalah Distribusi Pendapatan
Ketidak-merataan Distribusi
Pendapatan
Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidak-merataan distribusi
pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan. Walaupun titik perhatian
utama kita pada ketidak-merataan distribusi pendapatan dan harta kekayaan
(assets). Namun hal tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari masalah ketidak-merataan
kekuasaan, prestise, status, kepuasan kerja, kondisi kerja, tingkat
partisipasi, kebebasan untuk memilih dan lain – lain.
Lewat pemahaman yang mendalam akan masalah ketidak merataan dan
kemiskinan ini memberikan dasar yang baik untuk menganalisa masalah pembangunan
ynag lebih khusus seperti : pertumbuhan penduduk, pengangguran, pembangunan
pedesaan, pendididkan perdagangan internasional, dan sebagainya.
Pembatasan masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan ini sebenarnya
sulit untuk dipisahkan. Namun demikian, pada bagian ini lebih ditekankan pada
pembahasan masalah distribusi pendapatan dengan
menyinggung sedikit masalah kemiskinan.
Sebuah cara sederhana untuk mendeteksi
masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan adalah dengan menggunakan kerangka
kemungkinan produksi, seperti yang telah disinggung pada bagian di muka.
Untuk menggambarkan analisis tersebut,
produksi barang dalam sebuah perekonomian dibagi menjadi dua macam barang,
Pertama adalah barang – barang kebutuhan pokok, pakaian, peruamahan sederhana
dan sebagainya. Kedua adalah barang– barang mewah seperti: mobil mewah, video,
televisi, pakaian mewah, dan sebagainya.
Dengan menganggap bahwa produksi
sekarang terjadi pada batas kemungkinan produksi (dimana semua sumber daya
digunakan secara penuh dan efisien). Pertanyaan yang timbul adalah bagaimanan
menentukan kombinasi antara barang – barang kebutuhan pokok dan barang – barang
mewah itu? Siapa yang akan menentukan?
Gambar 8.6 menggambarkan masalah
tersebut. Pada sumbu vertikal digambarkan semua barang mewah secara
keseluruhan, sedangkan sumbu horizontal melukiskan kelompok barang kebutuhan
pokok. Oleh karena itu, Production Passibility Curve (PPC) tersebut
menggambarkan kombinasi maksimum dari kedua macam barang tersebut yang bisa
dihasilkan perekonomian itu dengan cara menggunakan teknologi tertentu. Namun
keadaan tersebut tidak menunjukkan secara jelas kombinasi yang mana di antara
banyak kemungkinan yang akan dipilih.
Gambar 8.6.
Pemilihan Barang Apa yang akan Diproduksi:
Barang Mewah versus Barang Kebutuhan Pokok
Sebagai contoh, GNP rill yang sama
dirunjukkan pada titik A dan titik B pada Gambar 8.6. Pada titik A banyak
barang mewah dan sedikit barang kebutuhan pokok yang dihasilkan, sedangkan pada
titik B sebaliknya. Bagi negara – negara yang berpendapatan rendah kombinasi
yang diharapakan adalah pada titik B tetapi faktor penetu utama bagi kombinasi
output dalam perekonomian pasar dan “capuran” adalah itngkat permintaan efektif
konsumen keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh posisi dan bentuk kurva
permintaan masyarakat secara keseluruhan terutama sekali ditentukan oleh
tingkat distribusi pendapatan nasional.
Di negara yang tingkat GNP dan
pendapatan per kapitanya rendah, semakin timpang distribusi pendapatan maka
permintaan agregat akan semakin dipengaruhi oleh perilaku konsumsi orang –
orang kaya. Oleh karena itu posisi produksi konsumsi adalah pada titik A dimana
orang kaya, biasanya, proporsi pengeluarannya lebih banyak untuk barang mewah
daripada barang kebutuhan pokok. Pada akhirnya keadaan ini tentu akan
menyebabkan kelompok miskin semakin menderita.
Sebelum kita melanjutkan pada
pembahasan – pembahasan selanjutnya ada baiknya kita mengetahui secara umum apa
yang menyebabkan ketidak merataan distribusi pendapat di NSB. Irma
Adelman & Cynthia Taft Morris (1973) mengemukakan 8 sebab yaitu :
1.
Pertambahan
penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapat perkapita.
2.
inflasi dimana
pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti tetapi tidak diikuti secara
proporsional dengan pertumbuhan produksi barang – barang.
3.
Ketidak –
merataan pembangunan antar daerah.
4.
Investasi yang
sangat banyak dalam proyek - proyek (capital intensive), sehingga presentase
pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan persentase
pendapatan yang bersal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
5.
rendahnya
mobilitas sosial.
6.
pelaksanaan
kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga –
harga barang hasil industri untuk melindungi usaha – usaha golongan kapitalis.
7.
memburuknya
nilai tukar (term of trade) bagi NSB dalam perdagangan dengan negara-negara
maju, sebagai akibat ketidak elastisasi permintaan negara – negara terhadap
barang – barang ekspor NSB.
8.
hancurnya
industri – industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah
tangga, dan lain – lain.
1)
Distribusi
Pendapatan Perorangan
Ukuran distribusi pendapata perorangan
merupakan ukuran yang paling umum digunakan oleh para ekonom. Ukuran sederhana
ini menunjukkan hubungan antara individu – individu dengan pendapatan total
yang mereka terima. Bagaimana caranya pendapatan itu diperoleh tidak
diperhatikan. Berapa banyak pendapatn masing – masing pribadi, atau apakah
pendapatan itu berasal dari hasil kerja semata ataukah dari sumber – sumber
lain seperti bunga, laba, hadiah, warisan dan lain – lain, juga tidak
diperhatikan. Lebih jauh lagi, sumber – sumber yang bersifat lokasional
(perkotaan atau pedesaan) dan okupusional (misalnya perhatian, industri
pengolahan, perdagangan, jasa-jasa) juga diabaikan.
Oleh karena itu, para ekonomi dan ahli
statistik lebih suka menyusun semua individu menurut tingkat pendapatannya yang
semin meninggi dan kemudia membagi semua individu tersebut ke dalam kelompok –
kelompok yang berbeda-beda. Metode yang umum adalah membagi penduduk ke dalam
kuintil (5 kelompok) atau desil (10 kelompok) sesuai dengan tingkat pendapatan
yang semakin meninggi tersebut dan kemudian menentukan proporsi dari pendapatan
nasional total yang diterima oleh masing–masing kelompok tersebut.
Sebagai contoh, Tabel 8.1. menunjukkan
suatu distribusi pendapatan hipotesis suatu NSH. Pada tabel tersebut ada 20
‘individu’ yang menyajikan penduduk segara tersebut secara keseluruhan yang
disusun dengan aturan pendapatan tahunan yang semakin tinggi yang dimulai dari
individu dengan pendapatan terendah (0,8 unit) sampai yang tertinggi (15 unit).
Pendapatan total semua individu (pendapatan nasional) berjumlah 100 unit dan
merupakan jumlah yang masuk dalam kolom 2.
Dalam kolom 3 penduduk dikelompokkan
kedalam kuintil atau 5 kelompok yan gmasing – masing terdiri dari 4 individu.
Kunintil pertama menunjukkan 20 persen penduduk yang berpendapatan terendah
dalam skala pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5 persen (5unit uang) dari
pendapatn nasional total. Kuintiil yang kedua (5-8 individu) menerima 9 persen
dari pendapatan total. Kemungkinan lain. 40 persen penduduk terendah (kuintil 1
+ kuintil 2)hanya menerima 14 persen dari pendapatan, sedangkan 20 persen
penduduk tertinggi (kuintil ke – 5) menerima 51 persen dari pendapatan total.
Ukuran umum ketidak – merataan
pendapatan yang bisa didapat dari kolom 3 adalah perbandingan antara pendapatan
yang diterima oleh 40 persen penduduk terendah dan 20 persen penduduk
tertinggi. Perbandingan ini sering digunakan sebagai ukuran derajat ketidak
merataan antara negara maju dan negara miskin. Dalam contoh ini, perbandingan
ketidak merataan tersebut adalah sama dengan 14,0 dibagi dengan 51 atau 0,28.
Untuk memberikan keterangan yang lebih
terinci tentang ukuran distribusi pendapatan bisa dilihat desil atau 10 persen
pangsa yang terdapat pada kolom 4. Tampak bahwa 10 persen penduduk yang
terendah pendapatannya (2 individu termiskin) hanya menerima 1,8 persen dan
pendapatan total, sedangkan 10 persen penduduk yang berpendapatan tertinggi
memperoleh 28,5 persen.
a)
Kurva
Lorenz
Cara lain untuk menganalisis distribusi
pendapatan perorangan adalah membuat kurva yang disebut kurva Lorenz. Dinamakan
kurva Lorenz adalah karena yang memperkenalkan kurva tersebut adalah Conrad
Lorenz seorang ahli statistika dari Amerika Serikat. Pada tahun 1905 ia
menggambarkan hubungan antara kelompok – kelompok penduduk dan pangsa (share)
pendapatan mereka.
Tabel 8.1.
Distribusi Pendapatan Perorangan Suatu NSB
Atas Dasar Pangsa Pendapatan Secara Hipotetis
Individu
|
Pendapatan Perorangan (satuan uang)
|
Persentase pangsa (share) Pendapatan
|
|
Kuintil
|
Desil
|
||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
20 (Pendapatan Nasional)
|
0,8
1,0
1,4
1,8
1,9
2,0
2,4
2,7
2,8
3,0
3,4
3,8
4,2
4,8
5,9
7,1
10,5
12,0
13,5
15,0
100,0
|
1.8%
5%
3.9%
9%
5.8%
13%
9.0%
22%
22.5%
51%
100%
|
3.2%
5.1%
7.2%
13.0%
28.5%
100.0%
|
Gambar 8.7 menunjukkan bagaiman car
amembuat kurva Lorenz tersebut. Jumlah penerima pendapatan digambarkan pada
sumbu horizontal, tidak dalam angka mutlak tetapi dalam persentase kumulatif.
Misalnya, titik 20 menunjukkan 20 persen penduduk termiskin (paling rendah
pendapatannya), dan pada titik 60 menunjukkan 60 persen penduduk terbawah
pendapatannya. Dan pada ujung sumbu horizontal menunjukkan jumlah 100 persen
pendudukan yang dihitung pendapatannya.
Sumbu vertikal menunjukkan pangsa
(share) pendpaatan yang diterima oleh masing – masing persentase jumlah
penduduk. Jumlah ini juga kumulatif sampai 100 persen, dengan demikian kedua
sumbu itu sama panjangnya dan kahirnya membentuk bujur sangkar.
Sebuah garis diagonal kemudian
digambarkan melalui titik origin menuju sudut kanan atas dari hujur sangkar
tersebut. Setiap titik pada garis diagonal tersebut menunjukkan bahwa persentase
pendapatan yang diterima sama persis dengan persentase penerima pendapatan
tersebut, sebagai contoh, titik tengah dari diagonal tersebut betul – betul
menunjukkan bahwa 50 persen pendapatan diterima oelh 50 persen jumlah penduduk.
Demikian juga titik 75 atau 25. dengan kata lain garis diagonal tersebut
menunjukkan distribusi pendapatan dalam keadaan kemerataan sempurna (perfect
equality). Oleh karena itu garis tersebut bisa juga disebut sebagai garis
kemerataan sempurna.
Gambar 8.7.
Kurva Laurenz
Kurva Lorenz menunjukkan hubungan
kuantitatif antara persentase penduduk dan persentase pendpaatan yang mereka
terima, misalnya selama 1 tahun. Gambar 8.7. merupakan gambar kurva Lorenz
dengan menggunakan data desil yang terdapat pada Tabel 8.1. Dengan kata lain,
kedua sumbu yang vertikal dan horizontal dibagi ke dalam 10 bagian yang sama.
Titik A menunjukkan bahwa 10 persen penduduk dengan pendapatan terendah hanya
menerima 1.8 persen dari jumlah pendapatan. Titik B menunjukkan bahwa 20 persen
penduduk terbawah menerima 5 persen dari jumlah pendapatan, demikian
seterusnya.
Semakin jauh kurva Lorenz tersebut dari
garis diagonal (kemerataan sempurna) semakin tinggi derajat ketidak merataan
yang ditunjukkan. Keadaan yang paling ekstrim dari ketidak merataan sempurna.
Misalnya keadaan dimana seluruh pendapatn hanya diterima oleh satu orang,akan
ditunjukkan oleh berimpitnya kurva Lorenz tersebut dengan sumbu horizontal
bagian bawah dan sumbu vertikal sebelah kanan.
Oleh karena tidak ada suatu negarapun
yang mengalami kemerataan sempurna ataupun ketidak – merataan sempurna dalam
distribusi pendapatannya, maka kurva – kurva Lorenz untuk setiap negara akan
terletak di sebelah kanan kurva diagonal tersebut seperti tampak pada Gambar
8.7 itu. Semakin tinggi derajat ketidak merataan, kurva Lorenz itu akan semakin
melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horizontal sebelah bawah
keadaan tersebut ditunjukkan oleh gambar 8.8 (a dan b)
Gambar 8.8.
Derajat kemerataan / ketidak merataan menurut Kurva
Lorenz
b)
Koefisien
Gini
Suatu ukuran yang singkat mengenai
derajat ketidak merataan distribusi pendapatan dalam suatu negara bisa
diperoleh dnegna menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan
sempurna dengan kurva Lorenz dibandingkan denganluas total dari sejarah bujur
sangkat dimana terdapat kurva Lorenz tersebut.
Dalam gambar 8.9 koefisien Gini itu
ditunjukkan oleh perbandingan antara daerah yang diarsir A dengan luas segi
tiga BCD. Koefisien Gini diambil dari nama ahli statistik Italia yang bernama C.
Gini yang menemukan rumus tersebut pada tahun 1912.
Koefisien Gini ini merupakan ukuran
ketidak-merataan agregat dan nilainya terletak antara 0(kemerataan sempurna)
sampai 1 (ketidak-merataan sempurna). Negara – negara yang megnalami ketidak
merataan tinggi. Koefisien Gininya berkisat antara 0,50 – 0 ,70: ketidak
merataan sedang antara 0,36-0,49 dan yang mengalami ketidak merataan rendah
berkisar antara 0,20 – 0,35.
Gambar 8.9
Perkiraan koefisien Gini
2)
Distribusi
Fungsional
Ukuran
distribusi pendapatan lain yang sering digunakan oelh para ekonom adalah
distribusi fungsional atau distribusi pangsa faktor produksi (factor share
distribution). Ukuran distribusi ini berusaha untuk menjelaskan pangsa (share)
pendapatan nasional yang diterima oleh masing – masing faktor produksi. Di
samping memandang individu – individu sebagai kesatuan yang terpisah, teori
ukuran distribusi keseluruhan dibandingkan dengan persentase dan pendapatan
nasional yang terdiri dari sewa, bunga dan laba.
Suatu kerangka ekonomi teoritis telah
dibangun berkaitan dnegankonsep distribusi pendapatan fungsional ini. Konsep
ini mencoba untuk menjelaskan “pendapatan” suatu faktor produksi melalui
konstribusi faktor tersebut terhadap produksi. Kurva penawaran dan permintaan
digunakan untuk menentukan harga - harga
dari masing – masing faktor produksi. Jika harga – harga tersebut dikalikan
dengan kuantitas yang digunakan, dengan anggapan penggunaan dari masing –
masing faktor produksi. Misalnya penawaran dan permintaan akan tenaga kerja
digunakan untuk menentukan tingkat upah. Jika tingkat upah ini kemudian
dikalikan dengan tingkat faktor produksi tersebut (tenaga kerja) akan diperoleh
nilai upah soal.
Gambar 8.10 memberikan gambaran yang
sederhana dari teori distribusi pendapatan fungsional. Kita menganggap bahwa
hanya ada 2 faktor produksi: modal yan gmerupakan fkator produksi tetap dan
tenaga kerja merupakan satu satunya faktor produksi variabel.
Gambar 8.10
Distribusi Pendapatan Fungsional Dalam Suatu
Perekonomian Pasar
Menurut asumsi pasar persaingan
permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh Marginal Product dari tenaga kerja
tersebut (MP1) yaitu tambahan pekerja akan pekerjaan sampai pada
titik dimana nilai dari Marginal Product-nya (VMP1) sama denga
ntingkat upah riil. Tetapi sesuai dengan prinsip marginal product yang menurun,
permintaan akan tenaga kerja ini akan merupakan suatu fungsi yang menurunkan
dari jumlah yang dipekerjakan.
Kurva permintaan akan tenaga kerja yang
berslope negatif tersebut ditunjukkan oleh garis D1 pada Gambar
8.10. Dengan kurva penawaran tenaga kerja S1 tingkah upah
kesemimbangan akan sama dengan OW dan tingkat keseimbangan penggunaan tenaga
kerja adalah OL. Pendapatan nasional total ditunjukkan oleh daerah OREL . Pendapatan nasional
ini terbagi menjadi 2 yaitu OWEL merupakan pangsa tenaga kerja dalam bentuk
upah dan WRE sebagai laba dari kaum kapitalis. Oleh karena itu dalam suatu
pasar persaingan degnan fungsi produksi yang bersifat constant retures to
scale, harga – harga faktor produksi ditentukan oleh kurva penawaran dan
permintaan akan faktor produksi tersebut. Pendapatan didistribusikan menurut
“fungsi” yaitu tenaga kerja menerima “upah”, pemilik tanah menerima “sewa” dan
kaum kapitalis menerima “laba”. Ini merupakan teori yang murni dan logis karena
masing – masing faktor produksi memperoleh pembayaran hanya sesuai dengan
kontribusinya terhadap pendapatan nasional tidak kurang tidak lebih.
Sayangnya relevansi teori fungsional
ini dilemahkan oleh kegagalannya dalam memperhitungkan peranan dan pengruh
penting dari kekuatan – kekuatan “non pasar”
seperti “kekuatan” untuk menenrukan harga-harga faktor produksi,
misalnya perjanjian bersama antara para pekerja dan kekuatan para monopolis
atau tuan tanah dalam penetapan tingkat upah.
C. Masalah Kemiskinan
Pada tahun 1990 yang lalu perhatian
masyarakat terhadap masalah kemiskinan kembali digugah setelah cukup lama tidak
banyak diperbincangkan di media massa .
Perhatian masyarakat tersebut berawal dari pemyataan Bank Dunia (1990) di media
massa yang memuji keberhasilan Indonesia dalam
mengurangi jumlah penduduk miskin. Menurut Bank Dunia. Indonesia telah berhasil
mengurangi jumlah penduduk miskin secara relatif dari 40 persen pada tahun 1975
menjadi 22 persen dari jumlah populasi pada tahun 1984. Suatu penurunan yang
cukup besar hanya dalam kurun waktu 8 tahun.
Namun demikian. secara absolut, jumlah
penduduk Indonesia
yang rnasih hidup di bawah garis kemiskinan ternyata masih banyak yakni 35 juta
jiwa. Selain itu. masih banyak penduduk yang pendapatannya hanya sedikit sekali
di atas batas garis kemiskinan. Kelompok "nyaris miskin" ini sangat
rawan terhadap perubahan - perubahan keadaan ekonomi seperti kenaikan harga
komoditi-komoditi utama atau turunnya tingkat pertumhuhan ekonomi. Oleh karena
itu masalah kemiskinan ini masih tetap perlu diperhatikan secara serius karena
tujuan pembangunan Indonesia
adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya.
Sementara itu di dunia ilmiah masalah
kerniskinan ini telah hanyak ditelaah oleh para ilmuwan sosial dari berbagai
latar belakang disiplin ilmu dengan menggunakan berbagai konsep dan ukuran
untuk menandai berbagai aspek dan permasalahan tersebut. Sosiolog maupun ekonom
telah banyak menulis tentang kerniskinan. Tetapi istilah seperti “standar
hidup”, “pendapatan” dan “distribusi pendapatan" lebih sering digunakan
dalam ilmu ekonorni. sedangkan istilah “kelas”, "stratifikasi” dan “marginalitas”
digunakan oleh para sosiolog (Hadiman & Midgley, 1982). Bagi yang
memperhatikan masalah-masalah kebijakan sosial secara lebih luas biasanya lebih
memperhatikan konsep “tingkat hidup".. yakni tidak hanya menekankan
tingkat pendapatan saja tetapi juga masalah pendidikan, perumahan. Kesehatan
dan kondisi-kondisi sosial lainnya dari masyarakat. Namun demikian, sampai saat
ini belum ada definisi-definisi yang baku
dan bisa diterima secara umum dari berbagai macam istilah tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa masalah keimiskinan itu itu sangat kompleks dan pemecahannya
pun tidak mudah.
a) Aspek
– aspek kemiskinan
Pembahasan masalah kemiskinan ini dapat
didekati dari 3 aspek yakti penyebab, ukuran dan indikator kemiskinan. Ketiga
aspek tersebut dibahas berikut ini :
1. Penyebab Kemiskinan
Dengan demikian, kemiskinan dapat
diamati sebagai kondisi anggota masyarakat yang tidak/ belum ikut serta dalam
proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam
pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga
tidak mendapatkan amanfaat dari hasil proses pembangunan. Ketidak ikut sertaan
dalam proses pembangunan ini dapat disebabkan karena secara alamiah tidak /
belum mampu mendayagunakan faktor produksinya, dan dapat pula terjadi secara
tidak alamiah.
2. Ukuran
kemiskinan
Kemiskinan mempunyai pengertian yang
luas dan memang tidak mudah untuk mengukurnya namun demikian dalam begian ini
akan dijelaskan 2 macam ukuran kemiskinan yang umum digunakan yaitu :
(1)
Kemiskinan
Absolut
Pada dasarnya konsep kemiskinan
dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan
kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang
memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara laik. Bila pendapatan tidak
dapat mencapai kebutuhan minimum, maka orang dapat dikatan miskin, dengan
demikian , kemiskinan diukur dengan memperbandigkan tingkat pendapatan orang
dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya.
Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan
tidak mismin atau seing disebut sebagai garis batas kemiskinan. Konsep ini sering disebut dengan
kemiskinan absolut.
Kesulitan utama dalam konsep kemiskinan
absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua
hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga oleh
iklim, tingkat kemajuan suatu negara dan berbagai faktor ekonomi lainnya.
Walaupun demikian, untuk dapat hidup laik seseorang membutuhkan barang – barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya.
Kebutuhan dasar dapat dibagi dalam 2
golongan yaitu kebutuhan dasar yang diperlukan sekali untuk mempertahankan
hidupnya dan kebutuhan lain yang lebih tinggi. UNRISD menggolongkan kebutuhan
dasar manusia atas 3 kelompok yaitu : pertama, kebutuhan fisik primer yang
terdiri dari kebutuhan gizi, peruamahan dan kesehatan; kedua, kebutuhan
kultural yang terdiri dari pendidikan, waktu luang dan rekreasi serta ketengan
hidup dan ketiga kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih
tinggi.
Kebutuhan dasar tidak hanya meliputi
kebutuhan orang atau keluarga, tetapi juga meliputi kebutuhan fasilitas
lingkungan kehidupan manusia, seperti yang dikemukan oleh International Labor Organization (ILO, 1976) sebagai berikut :
“Kebutuhan dasar meliputi 2 unsur:
pertama, kebutuhan meliputi tuntutan minimum tertentu dari suatu keluarga
sebagai konsumsi pribadi seperti makanan – makanan yang cukup, tempat tinggal,
pakaian, juga peraltan dan perlengkapan rumah tangga yang dilaksanakan, Kedua,
kebutuhan meliputi pelayanan sosial ynag diberikan oleh dan untuk masyarakat
seperti air minum bersih, pendidikan dan kultural.”
(2)
Kemiskinan
Relatif
Orang yang sadar mempunyai tingkat
pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti
“tidak miskin” ada ahli yang berpendapat bahwa walaupun pendapatan sudah
mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jadi lebih rendah
dibandingkan dengan keadaan masyarakat disekitarnya, maka orang tersebut masih
berada dalam keadaan miskin, ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak
ditentukan oleh keadaan sekitarnya, daripada lingkungan orang yang
bersangkutan.
Oleh karena itu, Kincoid (1975) melihat
kemiskinan dari aspek ketimpangan sosial, semakian besar ketiampangan antara
tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar
pula jumalh penduduk yang dikategorikan miskin. Menurut kriteria Bank Dunia:
pertama, jika 40 persen jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima
kurang dari 12 persen dari pendapatan nasional, maka disebut ketidakmerataan
sangat timpang: kedua, jika 40 persen jumlah penduduk dengan pendapatan
terendah menerima antara 12-17 persen dari pendapatan nasional, maka disebut
ketidak merataan sedang; dan ketiga, jika 40 persen jumlah penduduk dengan
pendapatan terendah tersebut menerima lebih dair 14 persen dari pendapatan
nasional, maka disebut ketidak merataan rendah.
(3) Indikator Kemiskinan
Indikator Kemiskinan ada bermacam-macam
yakni : Konsumsi beras perkapita per tahun, tingkat pendapatan, tingkat
kecukupan gizi, KFM dan tingkat kesejahteraan
b) Strategi
Kebijakan Dalam Mengurangi Kemiskinan
(1)
Pembangunan Pertanian
Sektor pertanian berperan penting dalam
pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia . Ada 3 aspek dari pembangunan pertanian yang
telah memebrikan kontribusi terbesar bagi peningkatan pedapatan pedesaan dan
pengurangan kemiskinan pedesaan dihasilkan dari adanya revolusi teknologi dalam
pertanian padi, termasuk pembangunan irigasi.
Konstribusi lainnya datang dari program
pemerintah untuk mengglakkan produksi tanaman keras, Misalnya, lebih dari
200.000 petani di luar jawa telah dibantu untuk menanam karet, kelapa dan
kelapa sawit. Tergantung pada tingkat input dan manajemennya, para petani
tersebut memperoleh pendapatan bersih antara Rp. 750.000.-– 1.200.000,- per ha
(pada tingkat harga 1988). Dan akhirnya, pembangunan luar jawa juga berperan
mengurangi kemiskinan di Jawa melalui pembangunan pertanian di daerah – daerah
transmigrasi.
(2)
Pembangunan Sumber Daya Manusia
Perbaikan akses terhadap konsumsi
pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan dan gizi) merupakan alat kebijakan
penting dalam strategi pemerintah secara keseluruhan untuk mengurangi
kemiskinan dan memperbaiki kesejahteraan penduduk Indonesia . Perluasan ruang lingkup
dan kualitas dari pelayanan – pelayanan tersebut secara langsung memuskan
konsumsi pokok yang dibutuhkan yang merupakan suatu sasaran kebijakan penting
pula.
Di Indonesia atau dimana saja,
pendidikan (formal dan non formal) bisa berperan penting dalam mengurung
kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung melalui perbaikan
produktivitas dan efisiensi secara tidak langsung melalui petaihan golongan
miskin dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas
mereka dan pada gilirannya akan meningkaktakn pendapatan mereka.
(3)
Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM – LSM bisa memainkan peran yang
lebih besar di dalam perancangan dan implementasi program pengurangan
kemiskinan, karena fleksibelitas dan pengetahuan mereka tentang komunitas yang
mereka bisa, LSM – LSM ini untuk beberapa hal bisa menjangkau golongan miskin tersebut secara
lebih efektif ketimbang program – program pemerintah lebih dari itu,
ketelibatan aktif dari LSM-LSM tersebut di dalam program – program pemerintah
oleh karena itu pada akhirnya akan meningkatkan partisipasi
masyarakat.keterlibatan LSM – LSM juga dapat meringankan biaya finansial dan
staf dalam pengimplementasian program padat – karya untuk mengurangi
kemiskinan.
Bentuk dan macam organisasi –
organisasi kemasyarakatan seperti bisa dikelompokkan ke dalam 4 kategori :
(1)
Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM)
(2)
Lembaga
Pembina Swadaya Masyarakat (LPSM)
(3)
Organisasi-organisasi
sosial lainnya, dan
(4)
Organisasi –
organisasi semi - pemerintah
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Atas Kunjungannya dan Kesediaannya untuk Berkomentar. Saya Sangat menghargai Setiap Komentar, Masukkan, Saran, dan Kritik yang sekiranya dapat Membangun Blog ini agar lebih baik Kedepannya. Berkomentarlah dengan sopan dan santun & "No Spam"..
Terima Kasih atas Kunjungannya...