BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Linguistik
adalah ilmu yang menelaah keuniver salah bahasa atau telaah tentang asas-asas
umum yang berlaku pada bahasa secara universal. Salah satu prinsip dasar
linguistik adalah bahasa adalah vocal, dimana hanya ujaran sajalah yang
mengandung segala tanda utama suatu bahasa.
Fonologi
adalah cabang linguistik yang salah satunya mempelajari seluk beluk suku kata.
Suku kata bisa dihitung dengan melihat jumlah bunyi vokal yang ada dalam kata
itu. Suku kata jika bergabung maka akan membentuk kata yang nantinya memiliki makna
sendiri, sehingga sempurnalah sebuah bahasa itu.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam
paper ini dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas selanjutnya,
antara lain :
1.
Apa
penjelasan tentang bunyi bahasa ?
2.
Apa
penjelasan tentang suku kata ?
3.
Bagaimana
pola suku kata dalam bahasa Indonesia ?
1.3
Tujuan
Paper
ini ditulis dengan harapan agar mampu memberikan gambaran kepada para pembaca
tentang suku kata dan pola suku kata dalam bahasa Indonesia. Selain itu juga,
sebagai bahan kepustakaan tentang bunyi bahasa.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Bunyi Bahasa dan Suku Kata
2.1.1
Bunyi Bahasa
Secara
umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik
terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup
pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang
tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.
a. Fonetik
Fonetik
mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil
menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik
internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan
bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada
perbedaan yang nyata antara bunyi tin
dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari
fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan
tepat.
b. Fonologi
Fonologi
mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus
konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris
karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus
konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa
lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut.
c. Morfologi
Morfologi
lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai
perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat
apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu
yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami
imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan
kata yang benar. Misalnya akhiran -en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -en
tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green
untuk membentuk kata kerja.
d. Sintaksis
Analisis
sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya
adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori
analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam
suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak.
Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan
perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun
tidak sengaja.
e. Semantik
Kajian
semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai
dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam
bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu
yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli
semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna
yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai
nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui
antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak
sesuai.
f. Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih
bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa
saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya
langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata
tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak
harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic
adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh
ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.
g.
Leksikografi adalah bidang ilmu
bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua)
sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus
yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus
adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli
bahasa dari Inggris, membuat Dictionary
of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di
Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An
American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga
terdiri atas dua volume.
Setiap kata
yang kita ucapkan pada umunya dibangun oleh bunyi-bunyi bahasa, baik berupa
bunyi vokal konsonan maupun berupa bunyi semi konsonan. Kata yang dibangun tadi dapat
terdiri atas satu segmen atau lebih. Di dalam kajian fonologi segmen tersebut
disebut suku. Suku kata merupakan bagian atau unsur pembentuk suku kata. Setiap
suku paling tidak harus terdiri atas sebuah bunyi vokal atau merupakan gabungan
antara bunyi vokal dan konsonan.
Bunyi vokal di dalam sebuah suku kata merupakan puncak
penyaringan atau sonority, sedangkan bunyi konsonan bertindak sebagai lembah
suku. Di dalam sebuah suku hanya ada sebuah puncak suku dan puncak ini di
tandai dengan bunyi vokal. Lembah suku yang di tandai dengan bunyi konsonan
bisa lebih dari satu jumlahnya. Bunyi konsonan yang berada di depan bunyi vokal
disebut tumpu suku, sedangkan bunyi konsonan yang berada di belakang bunyi
vokal disebut koda suku.
Jumlah suku di dalam sebuah kata dapat dihitung dengan
melihat jumlah bunyi vokal yang ada dalam kata itu. Dengan demikian, jika ada kata
yang berisi 3 buah bunyi vokal, maka dapat ditentukan bahwa kata itu terdiri
atas 3 suku kata saja. Misalnya, kata teler [ tElEr] adalah kata yang terdiri
atas dua suku yaitu [tE] dan [lEr]. Masing-masing suku berisi sebuah bunyi
vokal, yaitu bunyi [ E ].
Dalam
penguraian kata atas suku-sukunya ada beberapa hal yang mesti diperhtikan,
antara lain :
1. Jika sebuah konsonan diapit
dua vokal maka konsonan tersebut ikut vokal dibelakangnya. Contoh : Ibu menjadi
I – bu.
2. Awalan dan akhiran harus
dituliskan tercerai dari kata dasarnya.
Contoh :
a). Pelaksanaan, menjadi Pe –
lak - sa – na – an
b). Memperbaiki, menjadi Mem –
per – ba – ik – i
3. Jika dua konsonan diapit dua
vokal, maka kedua vokal tersebut harus diceraikan.
Contoh :
a). Anda, menjadi An – da
b). Bantu, menjadi Ban – tu
2.1.2
Pola Suku Kata
Jika jumlah suku dan penentuan suku pada sebuah kata dapat
ditentukan, maka untuk mengetahui pola persukuannya amat mudah. Pola persukuan
diambil dengan merumuskan setiap suku yang ada dalam kata. Bubyi vokal
(disingkat : V) dan bunyi konsonan (yang disingkat K) serta bunyi semi konsonan
(disingkat ½ K) akan menjadi rumusan pola setiap suku. Bunyi semi konsonan di
dalam pola persukuan diberikan rumus ½ K, agar tidak menimbulkan kekaburan di
dalam perumusan.
Di dalam bahasa Indonesia ditemukan kata-kata yang setiap
sukunya bisa hanya berupa sebuah bunyi vokal, bunyi vokal dengan bunyi semi
konsonan, satu vokal dengan sebuah bunyi semi konsonan, satu vokal dengan
sebuah bunyi konsonan, dan sebuah vokal dengan dua buah bunyi konsonan.
Berdaserkan ketentuan inilah, maka didalam bahasa indonesia ditemukan beberapa
jenis pola persukuan. Jenis – jenis vola persukuan itu dapat dilihat dibawah
ini.
a) Suku kata berpola V, suku
kata ini dibangun olh sebuah bunyi vokal saja sebagai puncak
Contoh :
I + bu [ I ] + [ bu ]
a + nak [ a ] + [na? ]
u + mum [ u ] + [ mUm ]
b) Suku kata berpola VK, suku
ini dibangun oleh sebuah bunyi vokal sebagai puncak dan sebuah bunyi konsonan
sebagai kode.
Contoh :
an + jing [ an ] + [ jIn ]
an + tar [ an ] + [ tar ]
c) Suku kata berpola KV , suku
ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan, sebagai tumpu suku dan sebuah bunyi
vokal sebagai puncak.
Contoh :
Pu + nah [ pu ] + [ nah ]
Pu + sing [ pu ] + sIn
mu + al [ mu ] + [ al ]
d) Suku kata yang berpola KVK ,
suku ini dibangun oleh sebuah bunyi konsonan sebagai tumpu suku, sebuah bunyi
vokal, sebagai puncak sebuah bunyi konsonan sebagai koda suku.
Contoh :
Pan +
tat [ pan ] + [ tat ]
Sum +
ber [ sUm ] + [ bor ]
Tun + ber [ tUn ] + [ dUk ]
e) Suku kata yang berpola KKV ,
suku ini dibangun oleh dua buah bunyi konsonan sebagai tumpu suku, dan sebuah
bunyi vokl sebagai puncak suku.
Contoh:
Dra + ma [ dra ] + [ ma ]
Gra + tis [ gra ] + [ tis ]
f) Suku kata yang berpola KKVK,
suku ini dibangun oleh dua buah bunyi konsonan yang bertindak sebagaitumpu
suku, sebuah bunyi vokal sebagai puncaknya dan sebuah bunyi konsonan sebagai
koda suku.
Contoh :
Prak + tik [ prak ] + [ tIk ]
Dras + tis [ dras ] + [ tIs ]
g) Suku kata yang berpola ½ KV,
suku ini dibangun oleh sebuah bunyi semi konsonan sebagai tumpu suku, dan
sebuah bunyi vokal sebagai puncak.
Contoh :
Wa + jah [ wa ] + [ jah ]
Ya + kin [ ya ] + [ kIn ]
Wa + ni + ta [ wa ] + [ ni ] + [
ta ]
h) Suku kata yang berpola ½ KVK,
yaitu sebuah suku yang di bangun oleh bunyi semi konsonan sebagai tumpu suku,
sebuah bunyi vokal sebagai puncak dan sebuah bunyi konsonan sebagai koda suku.
Hal ini dapat dilihat dalam contoh di bawah ini.
Contoh :
Wak + tu [ wak ] + [ tu ]
Sa + wah [ sa ] + [ wah ]
i) Suku kata yang berpola KKVKK,
yaitu suku kata yang dibangun oleh dua buah bunyi konsonan yang bertindak
sebagai tumpu suku, sebuah bunyi vokal sebagai sonarity dan dua buah bunyi
konsonan yang bertindak sebagai koda suku. Hal ini dapat dilihat pada contoh
berikut.
Contoh
:Trans + mi + gra + si [ trans ] + [ mi ] + [ gra ] + [ si ]
Trans + por [ tras ] + [ por ]
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Penelitian bahasa sudah dimulai sejak abad ke 6 SM,
bahkan perpustakaan besar
yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan sudah dibangun sejak awal
abad 3 SM di kota Alexandria. Kamus bahasa
Inggris, Dictionary of the English
Language, yang terdiri atas dua volume, pertama kali diterbitkan pada tahun
1755; dan pada tahun 1884 telah diterbitkan Oxford
English Dictionary yang terdiri atas 12 volume. Antara 1820-1870
para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara
bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya.
2.
Suku kata merupakan unsur pembentuk suatu kata. Bunyi
vokal dalam sebuah suku merupakan puncak kenyaringan atau sonority, sedangkan
bunyi konsonan bertindak sebagai lembah suku.
3.
Didalam
bahasa Indonesia terdapat beberapa jenis pola persukuan atau pola suku kata
antara lain suku berpola V, VK, KV, KVK, KKV, KKVK, ½ KV, dan KKVKK.
DAFTAR PUSTAKA
Emzet, Amien. 1989. Struktur
Pengajaran Tata Bahasa Indonesia Untuk SMTA. Surabaya. Indah.
Yusuf, Suhendra. 1998. Fonetik
dan Fonologi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Atas Kunjungannya dan Kesediaannya untuk Berkomentar. Saya Sangat menghargai Setiap Komentar, Masukkan, Saran, dan Kritik yang sekiranya dapat Membangun Blog ini agar lebih baik Kedepannya. Berkomentarlah dengan sopan dan santun & "No Spam"..
Terima Kasih atas Kunjungannya...